Tuesday 29 July 2008

172 Warga Dogiay Dilaporkan Tewas

CEPOS
29 Juli 2008 04:43:13
Terserang Muntaber dan Kolera, Pihak Gereja PrihatinJAYAPURA-Dunia kesehatan di Papua, kini menjadi sorotan. Ini menyusul adanya sebuah laporan mengejutkan yang datang dari Kabupaten Dogiay, yakni meninggalnya 172 warga akibat terserang muntaber dan kolera. Tewasnya 172 warga Dogiay dalam kejadian luar biasa (KLB) ini sebagaimana data yang dilaporkan Biro Keadilan Perdamaian Keutuhan Ciptaan (KPKC) Sidone KINGMI Papua. Data itu menyebutkan, hingga 21 Juli 2008, jumlah warga tepatnya di wilayah Lembah Kamuu, Kabupaten Dogiay (kabupaten baru yang dimekarkan dari Kabupaten Nabire), Papua yang meninggal akibat wabah kolera dan muntaber mencapai 172 orang. Korban tersebut terdiri dari anak-anak, remaja, pemuda hingga orang dewasa.Hal ini dikatakan Pdt. Benny Giay dari KPKC Sinode Kingmi Papua yang didampingi Br. J. Budi Hernawan,OFM dari Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Jayapura, Fr. Saul Wanimbo,Pr dari SKP Keuskupan Timika dan DR. Neles Tebay dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur saat menggelar konferensi pers di Kantor Keuskupan Jayapura, Senin (28/7).Menurut Benny, wabah kolera dan muntaber tersebut telah melanda wilayah Lembah Kamuu, Paniai sejak 6 April 2008 lalu dan masih berlangsung hingga saat ini. "Wabah telah menyebar di 17 kampung dari 2 distrik di Lembah Kamuu dan 2 kampung dari 1 distrik di Paniai. Wilayah sebaran tidak lagi terbatas di Kamuu, melainkan mencapai Paniai. Bila tidak diantisipasi, dapat menyebar ke daerah-daerah lain," katanya.Pihak gereja sangat menyayangkan, sebab meskipun wabah itu sudah menyerang masyarakat selama empat bulan berturut-turut, bahkan sudah tergolong Kejadian Luar Biasa (KLB), namun sampai saat ini tidak ada tindakan nyata dari Pemda Nabire maupun Pemda Provinsi Papua untuk menyelamatkan nyawa warga di sana. "Sungguh ironi mengingat Pemda justru sibuk meresmikan wilayah pemekaran dan melantik penjabat bupati yang baru. Tiadanya upaya penanganan yang bersifat segera, menyeluruh dan berkelanjutan dari pemerintah telah menimbulkan frustrasi dan kecurigaan mendalam di masyarakat bahwa wabah tersebut sengaja disebarkan," paparnya. Karena kelambanan pemerintah dalam menyikapi wabah itu, masyarakat juga menilai ada semacam pembiaran dari pemerintah atas wabah yang menyerang masyarakat itu. "Suasana demikian telah menimbulkan ketegangan antar warga setempat dan mendorong masyarakat melakukan pengrusakan terhadap rumah milik sejumlah warga pendatang yang dicurigai berhubungan dengan menyebarnya wabah tersebut," tandasnya. Dijelaskan, menyikapi wabah itu, gereja-geraja telah melakukan penanganan medis. Misalnya Keuskupan Timika menerjunkan Tim Medis Yayasan Caritas Timika. "Akan tetapi, karena keterbatasan kemampuan personel dan biaya, maka layanan ini tentu tidak mampu menjawab kebutuhan di lapangan," jelas Benny Giay.Berdasarkan fakta-fakta ini, maka pihak gereja yang terdiri dari Biro KPKC Sinode Kingmi Papua, SKP Keuskupan Jayapura, SKP Keuskupan Timika, Biro KPKC Sinode GKI di Tanah Papua menyatakan keprihatinannya dan mendesak Gubernur Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPRP agar segera mengambil langkah dengan mengirimkan tim medis ke lapangan untuk melakukan pengobatan bagi masyarakat yang menderita wabah itu.Pihak gereja juga meminta agar pemerintah segera melakukan pencegahan secepat mungkin agar wabah tidak menyebar ke wilayah lain. "Selanjutnya pemerintah harus menyelidiki secara mendalam tentang penyebab sesungguhnya dari wabah kolera dan muntaber ini dan hasilnya harus diumumkan kepada masyarakat luas agar dapat menghentikan segala praduga dan kecemasan yang sedang berkembang," tegasnya.Selain itu, pemerintah juga harus segera melakukan tindakan pemulihan atas segala dampak buruk baik fisik, mental, dan sosial yang ditimbulkan oleh wabah tersebut. "Pemerintah tidak boleh menyibukkan diri dengan pemekaran dan jabatan politik semata, melainkan harus memberikan pelayanan kesehatan bermutu seperti diperintahkan pasal 59 UU No.21 Tahun 2001 tentang Otsus dan sistem kesehatan pangan yang mendukung terjaminnya gizi yang baik," tandasnya.Kemudian kepada masyarakat di Lembah Kamuu yang sedang menderita dan seluruh masyarakat di Paniai, pihak gereja menyerukan agar melakukan upaya-upaya pencegahan secara mandiri, dengan merebus air sebelum diminum dan menjaga sanitasi lingkungan. Selain itu, masyarakat diminta tidak terpancing dengan informasi atau isue yang tidak benar yang berkembang di masyarakat, dan jangan sampai melakukan tindakan anarkhis. 'Jika ada informasi yang tidak jelas dan berkembang di masyarakat, segera laporkan kepada pemimpin agama setempat, dan aparat pemerintah serta polisi," himbaunya.Br J Budi Hernawan, OFM menyatakan, atas adanya wabah yang mematikan ratusan nyawa ini, pihak Persekutuan Gereja-Gereja di Papua (PGGP) telah menyurat ke Gubernur Papua untuk membahas masalah itu, tetapi gubernur masih sibuk dengan kegiatan Turkam (Turun Kampung) sehingga belum bisa dilayani.DR Neles Tebay menambahkan, pemerintah jangan menyederhanakan masalah yang terjadi di Dogiay itu, pasalnya orang mati secara terus menerus. "Ini harus segera disikapi dan pemerintah harus bisa membuktikan secara ilmiah apa yang terjadi di sana dan melakukan langkah antisipasi, sehingga masyarakat tidak berpraduga bahwa wabah ini disebarkan oleh oknum tertentu yang kemudian membuat masyarakat marah dan menyerang atau melakukan pengrusakan terhadap oknum tertentu yang dinilai oleh masyarakat telah menyebarkan wabah itu. Ini yang harus segera dilakukan pemerintah," tegasnya.Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Dr. Bagus Sukaswara saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos mengatakan, bahwa pihaknya enggan jika dikatakan lamban dalam menangani kasus itu, sebab Dinas Kesehatan sudah menangani kasus yang menimpa warga Dogiay itu sejak awal Mei 2008 lalu. "Kita sudah menangani kasus itu sejak awal Mei lalu, namun kemudian kasusnya muncul lagi dan itupun kita tangani lagi," katanya.Mengenai jumlah korban yang begitu banyak, pihaknya merasa kurang yakin dengan angka-angka itu, sebab data yang masuk ke dinas kesehatan tidak demikian. Meski begitu, pihaknya belum bisa menjelaskan lebih lanjut, karena sedang mengikuti kegiatan Turkam Gubernur Papua di Bovendigoel.(fud)Pemerintah dan Mitra Kesehatan Terus Bekerja SEMENTARA ITU, pemerintah Provinsi Papua dalam pernyataan persnya melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua dr Bagus Sukaswara mengatakan, sehubungan dengan pemberitaan di media massa terkait KLB Diare yang disebabkan Kuman Vibrio-Kolera, yang berdasarkan catatan pemerintah telah mengakibatkan meninggalnya 81 (delapan puluh satu) orang warga masyarakat di kampung-kampung di Distrik Kamu dan Ikrar, perlu disampaikan kepada masyarakat luas langkah-langkah yang telah diambil pemerintah dan mitra kesehatannya untuk diketahui.Dikatakan, sesudah menerima laporan dari masyarakat dan petugas lapangan, pada tanggal 4 Mei Tim Kesehatan dari Kabupaten Nabire telah turun ke lapangan dan melakukan tindakan-tindakan pengobatan. Kasus kemudian menurun drastis. Pada saat itu diperkirakan bahwa penularan ini terjadi melalui air yang tercemar.Ternyata kasus ini kemudian meningkat kembali pada awal bulan Juni. Sesudah diselidiki, penyebab peningkatan kasus ini adalah akibat penularan dari orang ke orang. Rata-rata yang sakit dan meninggal adalah mereka yang sebelumnya mengunjungi penderita yang sakit atau yang telah meninggal dunia akibat penyakit ini.Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Nabire, Medecins Sans Frontieres (MSF) International, Oxfarm, Gereja, LSM, dan mitra kesehatan lainnya telah melakukan penanganan sesuai prosedur tetap (protap) penanganan diare-kolera. Yang dilakukan itu di antaranya adalah mencari penderita dan memberikan pengobatan massal, melakukan investigasi kematian, dan memberikan pengobatan langsung pada orang-orang di sekitar mereka yang meninggal akibat penyakit ini. Di Puskesmas Moanemani telah didirikan Cholera Treatment Center untuk mengisolasi mereka yang terkena penyakit ini sehingga tidak menulari orang-orang lain.Selain itu telah pula dilakukan pengobatan anti-biotik ke semua penduduk di kampung-kampung Dumtek, Ekimani, Ekimanida dan Idakotu untuk memutuskan mata rantai penyebaran penyakit. Pemantauan ketat tetap dilakukan selama dua minggu sesudah penurunan kasus. Pos oralit juga dididirikan di masing-masing kampung, khususnya yang memiliki kematian tinggi.Sekarang ini ada 3 (tiga) orang dokter pemerintah yang ditempatkan di Moanemani. Sebelumnya ada 2 orang dokter MSF dan Oxfarm, 8 orang perawat pemerintah dan MSF, 4 orang ahli kesehatan dari Oxfarm dan sejumlah sarjana kesehatan masyarakat. Mereka terus bekerja bersama-sama dengan para tokoh gereja dan masyarakat untuk menangani penyakit ini.Pemerintah Provinsi Papua benar-benar prihatin dengan Kejadian Luar Biasa ini. Upaya-upaya akan terus ditingkatkan untuk memastikan bahwa penyakit diare-kolera ini bisa ditanggulangi dan tidak menyebar ke daerah-daerah yang lain. Keberhasilannya sangat ditentukan oleh banyak faktor - termasuk diantaranya adalah perilaku hidup sehat pada masyarakat setempat. Untuk itu, selain menyelenggarakan pengobatan, pemerintah memberikan fokus pada penyuluhan hygiene perorangan dan mendekatkan air bersih ke masyarakat.Khusus bagi masyarakat setempat apabila mengalami diare untuk segera mencari pelayanan kesehatan di Puskesmas atau di Pos-pos Oralit yang telah dibentuk di kampung-kampung. Selain itu, perlu membiasakan untuk mencuci tangan dengan sabun, dan minum air yang telah dimasak.Pemerintah Provinsi Papua mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan terlibat secara aktif untuk memberikan penyadaran publik tentang penyakit ini.(fud)