Saturday 18 July 2009

Penembakan di Freeport Sarat Motif Politik


JAKARTA (PAPOS) — Serangkaian kekerasan yang terjadi sejak tiga hari lalu di areal pertambangan Freeport, hingga menghilangkan 3 orang nyawa merupakan sebuah tindakan yang terencana dan disinyalir sarat dengan motif politik.

Hal itu disampaikan Direktur Hubungan Eksternal Imparsial Poengky Indarti melalui konferensi pers menyikapi peningkatan eskalasi kekerasan yang terjadi di Papua pasca pilpres, Selasa (14/7) di kantor Imparsial Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

Poengky menilai aksi kekerasan yang terjadi di Papua baru-baru ini tidak terjadi dalam ruang yang kosong, tetapi justru sarat dengan motif politik.

"Apalagi kekerasan ini meningkat pada saat dan pascapilpres," kata Poengky.

Menurutnya, kekerasan di Papua ini bisa jadi merupakan imbas dari semakin memanasnya kondisi politik di Jakarta.

"Ada kemungkinan kasus ini merupakan akibat dari kepentingan-kepentingan yang terkait urusan pilpres kemarin," kata Poengky.

Ia menilai bahwa aksi ini dilakukan oleh oknum-oknum yang menginginkan Papua tetap berada dalam kondisi ketidakamanan sehingga terus menempatkan Papua sebagai daerah yang rawan konflik.

"Perlu diingat, aksi kekerasan yang terjadi di Timika bukanlah yang pertama terjadi. Sebelum pilpres dan pileg juga sudah terjadi aksi semacam ini. Di titik itu, peristiwa kekerasan di Papua bisa jadi merupakan rangkaian terpisah, namun juga bisa merupakan suatu rangkaian yang terkait," ujar Poengky.

Lebih lanjut Koordinator HAM Imparsial Al Araf meminta kepada pihak aparat keamanan untuk tidak dengan mudah menuding Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai pelaku teror tersebut.

"Jangan langsung mengkambinghitamkan kelompok tertentu sebelum ada investigasi yang serius," kata Al Araf.

Karena itu, Imparsial mengimbau kepada aparat kepolisian untuk bertindak tegas dalam menangani kasus kekerasan di Papua. "Jangan sampai aparat kepolisian terjebak dalam spekulasi yang tak jelas asal-usulnya," kata Al Araf.

Orang Terlatih

Imparsial juga menilai sejumlah kejadian kekerasan di Papua dilakukan oleh orang-orang yang terlatih dan memiliki kemampuan untuk merencanakan aksi kekerasan mereka secara matang.

Mereka melakukan itu dengan tujuan menciptakan kesan tidak aman dan rawan konflik di wilayah tersebut. Peristiwa serupa bukan baru kali ini saja terjadi di Timika melainkan sudah pula terjadi sejak sebelum pemilihan umum, baik legislatif maupun presiden, digelar kemarin.

Imparsial lebih lanjut menyayangkan, peristiwa kekerasan terjadi bahkan di saat aparat keamanan seharusnya lebih waspada dan menerapkan kontrol dan penjagaan ketat mengingat momen dan proses demokrasi terpenting di Indonesia saat itu tengah terjadi dan berjalan.

Untuk itu mereka meminta aparat keamanan tidak dengan gampang main tuding keberadaan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai dalang maupun pelaku teror dan kekerasan selama ini di Papua, apalagi sebelum proses hukum benar-benar berjalan.

Seperti dilansir dari KCM, sejumlah poin seruannya Imparsial meminta aparat Kepolisian RI (Polri) bertindak tegas menegakkan hukum untuk menyelesaikan kasus teror dan kekerasan di Timika, termasuk juga terhadap pekerja PT Freeport Indonesia sehingga masyarakat Papua dapat hidup aman dan tenang. Tidak hanya itu, Imparsial juga mendesak otoritas politik di Papua berperan aktif membantu terjaminnya situasi Papua yang kondusif dan menguatkan rasa aman masyarakat di sana terutama di Timika. (ant/kcm)

No comments: