19 Nopember 2008 05:54:46
Cenderawasih Post.
*Suebu: Sebelum Saya, Ada Rp 2 Triliun Tak Dipertanggungjawabkan (Sebagian Besar Uang Otsus Digunakan di Birokrasi) JAYAPURA-Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang sudah berjalan 6 Tahun, tampaknya implementasinya masih jauh dari harapan rakyat Papua. Justru yang terjadi selama ini pelaksanaan Otsus tersebut masih kacau balau dan belum terarah pada tujuan yang sebenarnya. Kacaunya implementasi UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001 ini, diakibatkan belum adanya pemahaman dan persepsi yang baik tentang Otsus disemua tingkatan mulai dari pusat hingga ke kampung-kampung. Hal ini diungkapkan Gubernur Papua Barnabas Suebu, SH saat membawakan materi " implementasi kebijakan Otsus Papua " dalam seminar membedah dan mengagas 6 Tahun pelaksanaan Otsus dalam rangka Dies Natalis ke-63 Universitas Cenderawasih di Kampus Fakultas Ekonomi Uncen Waena, Selasa (18/11) kemarin.Dikatakan, Otsus lahir disaat rakyat Papua ingin minta merdeka. Untuk meredam aspirasi merdeka itu, Pemerintah Pusat memberikan tawaran politik sekaligus sebagai solusi dalam bentuk Otsus. Otsus ini ditempuh dalam rangka untuk menghindarkan diri dari jatuhnya korban yang tidak perlu." Sebab, jika rakyat Papua tetap menginginkan merdeka maka yang terjadi adalah peperangan. Jika ini terjadi maka yang akan menelan korban adalah rakyat Papua. Karena itu jalan tengahnya adalah melalui Otsus," tutur Bas Suebu.Namun di dalam implementasinya, masih banyak persoalan. Sehingga pada saat dilakukan evaluasi di GOR Cenderawasih, rakyat Papua tidak mau O (Otsus) tapi M (Merdeka). Tapi ada juga yang menginginkan OM, artinya bahwa O dulu baru M. Sebab, menurut gubernur, implementasi Otsus itu sangat penting. Jika implementasinya kacau, maka Otsus itu yang tadinya sebuah solusi akan menjadi masalah.Ketika Otsus itu berubah menjadi masalah dan masalah itu tidak bisa menyelesaikan masalah, maka yang terjadi adalah kacau balau. Karena itu menurut Gubernur, pelaksanaan Otsus sejak pertama kali dilaksanakan hingga pertengahan 2006 sejak dirinya jadi Gubernur bisa disimpulkan implementasinya kacau balau.Mengapa bisa begitu, itu terjadi karena adanya pemahaman/persepsi yang berbeda-beda. Pemahaman rakyat, pemahaman aparatur pemerintah di tingkat bawah hingga tingkat menteri tidak paham apa itu Otsus. "Jadi masalah persepsi dan pemahaman sampai hari ini (kemarin) masih menghadapi kendala. Semua orang belum paham tentang Otsus. Satu sama lain memiliki interprestasi yang lain-lain," tandasnya.Persoalan lainnya adalah masalah kesungguhan dan keikhlasan dari semua pihak terutama dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten sampai ke tingkat bawah. Jadi sampai saat ini belum ada kesungguhan dan keihlasan yang utuh untuk mengimplementasikan Otsus. Contohnya adalah, saat dilakukan rapat dengan DPR RI mengenai anggaran Otsus Papua Tahun 2009, dana Rp 1 triliun dari Otsus mau dipotong sehingga hal yang membuat dirinya sempat marah. " Waktu itu saya bersikap keras jika memang pusat mau Bantu ya jangan dipotong. Tapi jika memang uang Otsus mau dipotong, lebih baik tidak usah dibantu sekalian. Karena DPR RI takut, akhirnya mereka memberikan tambahan uang lagi. Kondisi ini mengambarkan bahwa pusat pun tidak sungguh-sungguh dalam melaksanakan Otsus," terangnya. Yang memperihatinkan lagi menurut Suebu, saat uang Otsus turun ke provinsi atau saat dirinya menjadi Gubernur, telah terjadi pesta pora uang di dunia birokrasi. Saat akan dilakukan audit, dirinya tidak mau pakai uang dulu sebelum dilakukan audit. Setelah dilakukan audit pada pertengahan 2006, baru ketahuan bahwa ada uang yang jumlahnya kurang lebih Rp 2 triliun tidak dipertanggungjawabkan.Ini artinya sejak 2002 hingga 2006 telah terjadi pesta pora uang Otsus di dunia birokrasi. Sementara, saat dirinya keliling kampung sebanyak 2600 kampung dan bertemu dengan masyarakat, keadaannya sangat menyedihkan. Kemiskinan, gizi buruk terjadi dimana-mana, terutama orang asli Papua. Sedihnya lagi, anak-anak tamatan SD dan SMP tidak tahu membaca. Standar minimum pelayanan pendidikan di kampung-kampung jauh dari pelayanan standar minimum. Mengapa begitu, karena kehidupan masyarakat di kampung hidup dalam kesendirian dan ketidakberdayaan, sementara di dunia birokrasi hidup dalam pesta pora uang Otsus. Ini semuanya adalah hasil audit yang dilakukan pada pertengahan 2006.Menurut Gubernur, kondisi ini bisa terjadi karena dana dari pusat langsung turun ke birokrasi, sementara aturan-aturan pelaksanaannya seperti Perdasi dan Perdasus itu belum disiapkan. Begitu juga dengan sistemnya, organisasinya maupun prosedur pengunaan dananya dalam sistem namanya kontrol sistem belum ada. Sebab, kontrol sistem ini sangat penting karena di dalamnya ada transparansi, dan accountability sama sekali tidak berjalan. Sehingga yang terjadi adalah pemborosan dan penyimpangan dana yang tidak terkontrol. " Yang saya tahu saat ini aturan-aturan pelaksanannya sedang dibahas di DPRP yakni lebih dari 30-an Perdasi dan Perdasus. Jadi selain pemahaman dan kesungguhan, maka aturan-aturan sistem sangat penting dalam rangka pelaksanaan Otsus termasuk SDM disemua lini yang juga belum memadai," paparnya.Dengan kondisi seperti itu, maka pelaksanaan Otsus mulai 2002-2006 merupakan massa yang sangat kacau balau. Mengapa begitu, karena massa itu belum ada pemahaman yang baik tentang Otsus, belum ada kesungguhan serta belum adanya aturan-aturan pelaksanaan Otsus. Jujur saja, sampai saat inipun pusat belum sepenuhnya memberikan semua kewenangan, termasuk tugas-tugas kenegaraan yang berkaitan dengan kekhususan, seperti Departemen Kehutanan berkaitan dengan illegal logging dan HPH. Sebab, sesuai UU Otsus Menteri Kehutanan kewenangannya nol. Tapi, sampai sekarang ini mereka yang mengatur, contohnya mengenai pelelangan hasil-hasil hutan. " Kesimpulannya disini adalah pemerintah pusat masih enggan menyerahkan kewenangannya yang diperintahkan UU Otsus. Kondisi ini jelas sekali ikut mengacaukan implementasi Otsus itu sendiri," cetusnya Karena itu, mulai 2007 kedepan kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sebab, dana Otsus itu diperuntukkan untuk rakyat Papua. Tapi yang terjadi selama ini, orang Papua makan orang Papua sendiri. Sebab, perputaran proyek semuanya ada di tingkat elit Papua sendiri.Untuk mengatasi penyimpangan itu, yang dibutuhkan sekarang ini adalah tata kelola pemerintahan yang baik, terutama mulai dari perencanaan. Berkaitan dengan tata kelola pemerintahan ini, saat ini banyak kepala dinas maupun pihak gereja sendiri mulai mengeluhkan soal sulitnya mengeluarkan uang.Sebab, yang dikelola ini adalah uang negara sehingga perlu dimanaj dan setiap pengeluaran 1 sen pun harus dipertanggungjawabkan secara jelas. Karena itu dalam evaluasi ini, hal yang paling penting adalah reformasi pemerintahan dan struktur anggaran belanja." Dalam tata kelola pemerintahan ini harus dilakukan secara baik, bersih dan takut akan Tuhan serta yang melayani rakyatnya sebaik-baiknya. Indikator dari efektifitas tata kelola pemerintahan ini nantinya dapat dilihat apakah kehidupan rakyat bisa lebih baik atau tidak, jangan sampai rakyat miskin diatas kekayaannya sendiri," ungkapnya.Berkaitan dengan tata kelola pemerintahan yang baik itu, maka nantinya di Pemerintah Provinsi akan ada penciutan struktur birokrasi. Ini, dilakukan kedepannya uang Otsus lebih banyak turun dikampung, sebab keberadaan rakyat ada di kampung-kampung.Yang membuat uang Otsus hanya sedikit turun dikampung, karena sebagian besar uang Otsus digunakan oleh kepentingan birokrasi. Untuk itulah, yang akan dilakukan kedepan adalah melakukan perampingan struktur birokrasi dan memperkaya fungsi-fungsi pelayanan kepada rakyat.Diharapkan dengan cara ini, anggaran belanja untuk kepentingan birokrasi semakin sedikit dan efisien, sebaliknya untuk anggaran kepentingan rakyat harus semakin besar porsinya. Sementara itu, Rektor Uncen Prof. Bert Kambuaya, MBA mengungkapkan, selama Otsus Papua berjalan upaya pemberdayaan rakyat Papua masih rapuh, sehingga yang harus dilakukan saat ini adalah bagaimana membuat orang Papua bisa kuat dan mandiri. Sebab, dengan orang menjadi kuat dan mandiri, maka mereka ini bisa terlibat dalam berbagai hal. Jika hal ini belum dibangun secara baik, maka orang dikasih uang pun selama mereka tidak memiliki kapasitas yang baik, maka uang yang dikasihpun tidak ada manfaatnya." Untuk membangun kapasitas masyarakat maka dibutuhkan pendidikan yang baik. Sebab, tidak mungkin orang bisa diberdayakan jika mereka ini tidak mendapatkan pendidikan yang baik. Karena selaku lembaga pendidikan di Papua, Uncen telah berkomitmen untuk membantu menyiapkan kapasitas masyarakat agar bisa berpartisipasi dalam pembangunan segala hal," imbuhnya.Seminar ini sendiri berlangsung 2 hari dan baru akan berakhir hari ini Rabu (19/11) sekaligus akan disampaikan hasil-hasil seminar serta rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Pusat. Kegiatan ini dihadiri para pimpinan gereja, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh pemuda, Sekjen PDP Thaha Alhamid, pimpinan perguruan tinggi se- Jayapura, para dosen dan para mahasiswa se- Jayapura. (mud
Wednesday, 19 November 2008
Subscribe to:
Posts (Atom)